Rabu, 05 Januari 2011

di Indonesia IKAN HIU tidak memiliki SERTIFIKAT renang


di Indonesia ikan hiu tidak memiliki sertifikat renang karena ikan hiu tersebut gagal menjelaskan gaya renang apa yang dipakainya.
anda mungkin bertanya-tanya?? maksudnya menulis ini apa?? jangan-jangan asal nulis aja????, jangan salah paham dulu, maksudnya adalah sistem pendidikan indonesia yang kurang tepat guna seperti yang disampaikan melalui email kepada saya dari isa alamsyah.


Beliau mengatakan "Pendidikan nampaknya harus direvolusi"
Betapa anak-anak menderita stres dengan pelajaran yang di masa depan mungkin tidak bermanfaat sama sekali.
Mereka kadang diangggap bodoh, kurang berpendidikan hanya karena gagal di sekolah.
Semua terjadi karena sekolah menjadi indikator pendidikan,
padahal di sekolah banyak pelajaran yang tidak penting yang dipaksakan untuk dipelajari.

Contohnya sederhana.
Ada anak Indonesia, yang berbicara dengan bahasa Indonesia, bermain dengan bahasa Indonesia,
tetapi tidak lulus pelajaran Bahasa Indonesia. Itu aneh, karena esensi bahasa adalah komunikasi.
Bagaimana mungkin kita tidak lulus bahasa Indonesia cuma karena tidak mengerti konsep SPOK, SP, kalimat majemuk, KV, KVK, KKVK, dll, padahal sehari-hari kita berbicara bahasa Indonesia.
Yang bodoh siapa? si anak yang lancar berbahasa Indonesia tapi tidak tahu konsep anak kalimat, kalimat majemuk, dll, tapi tahu cara memakainya dengan benar,

Ini sama saja dengan tidak memberi sertifikat renang pada ikan hiu karena ikan hiu tersebut gagal menjelaskan gaya renang apa yang dipakainya.

Menurut beliau juga, bahwa pengetahuan SPOK, kalimat majemuk, dan teori bahasa hanya ditempatkan sebagai ilmu yang perlu diketahui tapi tidak boleh masuk dalam test. Kalau siswa tidak suka ya sudah jangan dipaksakan, toh tidak terlalu bermanfaat dalam kehidupan. Lucunya ada anak yang bunuh diri akibat UAN bahasa Indonesianya hancur. Padahal ia menulis surat bunuh diri dalam bahasa Indonesia. Tragis.

Coba lihat pelajaran biologi.
Ada SD diajar tentang organ kodok, jenis jaringan tumbuhan, dsb.
Tapi lulus SD mereka tidak mengerti banyak hal yang bermanfaat untuk kehidupan misalnya, survivor (tahu mana pohon yang beracun mana yang tidak kalau terdampar), tahu bagaimana mengatasi gas beracun, P3K.
Mereka tidak tahu betapa bahayanya rokok, bagaimana menghindari narkoba, apa ciri-ciri narkoba,
bagaimana mengatasi demam berdarah, bagaimana penanggulangan dini kalau ada korban luka bakar.
Ini justru penting bagi kehidupan.
Mereka tidak mengerti bagaimana memasak beras agar tidak terbuang vitamin B nya
Mereka tidak tahu kalau susu jangan dicampur air panas karena kalsiumnya rusak, dll.
Yang justru penting untuk kehidupan tapi tidak diajarkan.
Kalau masalah kodok, tikus dan sebagainya hanya untuk memancing minat yang proporsinya hanya sekedar memancing minat saja bukan membebani.
Sedangkan yang bermanfaat untuk kehidupan harus dikuasai.

Anak anak juga diajar tentang planet. Mereka tahu jumlah planet, nama planet dan ukuran planet.
Tapi mereka tidak diberi pelajaran tentang global warming, cinta lingkungan, dll yang justru berkaitan dengan kehidupan. Mereka juga tidak ada pelajaran persiapan bencana tsunami dan gempa dalam kurikulum.
Justru ilmu yang penting ini diberikan oleh pengajar tamu dari PBB (United Nation) dan NGO internasional yang tentu saja tidak menyentuh semua siswa dan bersifat berkala saja.
Tapi urusan planet di tata surya yang kita tidak tahun tahun berapa akan bermanfaat, semua siswa wajib menghapal.
Kalau sekedar minat, ya ajak nonton bareng film tata surya, mereka yang berminat akan memutuskan ke jenjang antariksa.
Kita mungkin butuh beberapa ratus ahli antariksawan, mungkin beberapa ribu,
tapi tidak perlu puluhan juta anak harus menguasainya bukan?
Kalaupun ada yang perlu diketahui dari antariksa adalah justru kemampuan menentukan arah kompas, ini malah tidak diajarkan (tidak didalami). Masih banayak anak tidak tahu mana utara, selatang, tenggara, dsb.

Seharusnya penjurusan di mulai di SMP saja, jangan di SMA nanti terlalu banyak hal yang tidak penting dipelajari lagi.
Jadi anak lulus SMA sudah produktif.
Dan penjurusan jangan sekedar Fisika, Biologi dan sosial.
Kini harus di tambah Teknologi Informasi.
Buat praktisi IT sebanyak-banyaknya karena segala hal bisa dipermudah dengan IT.
Korupsi biaya tinggi, penyelewengan pajak, pengajaran online, dll bisa dibantu IT.
Jika IT maju pemilu tidak perlu sensus, kartu baru dsb. Cukup KTP Smart yang mempunyai data digital.

Banyak orang saat ini bekerja dengan membuang katakanlah 80 - 90% pelajaran yang tidak ada manfaatnya.
Siilahkan hitung sendiri.
Apakah pelajaran PSPB, IPBA, Sastra, dll sangat berpengaruh dengan pekerjaan Anda sekarang.
Coba ingat ingat semua pelajaran kita, mana yang bermanfaat?

Bayangkan kita mau ke medan perang.
Ada dua kelompok orang yang mau direkrut.
Satu ilmuwan yang tahu berbagai nama senapan, tahu jarak tembak senapan tahu bahan baku senapan, 
mereka hapal senapan tersebut ditemukan oleh siapa, tahun berapa, dll.
Tapi dia tidak bisa menembak, tidak bisa menggunakan senjata.
Kelompok kedua adalah kelompok pemuda. Mereka tidak tahu siapa pembuat senapan, tidak tahu tahun berapa dibuatnya.
Mereka tidak bisa menjabarkan alasan kenapa peluru bisa meluncur.
Tapi mereka tahu bagaimana menembak, merakit senapan, merawat dan menggunakannya.
Kira-kira kelompok mana yang kita bawa ikut perang?

Nah generasi kita ke depan menghadapi banyak medan petempuran di bidang ekonomi, teknologi, informasi, dll,
kalau mereka dicekoki sesuatu yang tidak bermanfaat di masa depan, bisa jadi kita akan kalah perang

Tidak ada komentar:

Posting Komentar